Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?
“Situasi yang terjadi saat ini, banyak sekali masyarakat melakukan kegiatan hibah, sebagai praktik untuk memberikan kepada orang lain sesuatu barang bergerak ataupun tidak bergerak secara cuma-cuma. Hal ini berdasarkan pada inisiatf pemberi hibah, dan bukan dari penerima hibah.”
Pemberian-pemberian yang secara tidak disadari dilakukan oleh seseorang untuk suatu kepentingan umum atau untuk kepentingan orang lain, seperti salah satunya adalah kegiatan pemberian hadiah atau bahkan hibah.
Hibah ini pada dasarnya dilakukan atas dasar “cuma-cuma”, oleh karena itu, hibah ini memberikan keuntungan bagi pihak lain dan penghibah tersebut tidak mememperoleh manfaat untuk dirinya sendiri.
Berdasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1666 menyatakan : “Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara Cuma-Cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”
Tentu jelas dikatakan jika seseorang yang telah menghibahkan sesuatu barang bergerak atau tidak bergerak ini, penghibah tidak dapat menarik kembali barang yang telah dihibahkan kepada penerima hibah, lalu apa saja ketentuan dalam hibah yang patut diperhatikan?
Ketentuan Hibah yang Dianggap Sah
Objek dari hibah itu sendiri sepatutnya adalah barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi, hal ini sesuai dengan dasar hukum dalam Pasal 1667 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Agar dalam hibah itu sendiri dikatakan sah, dapat dilakukan dengan akta notaris yang minut (naskah aslinya) dan harus disimpan oleh notaris, hal ini ditinjau dari ketentuan Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Suatu barang yang dihibahkan ini tidak dapat dicabut kembali dari penerima hibah, kecuali jika dalam akta hibah tersebut dinyatakan tidak sah, dan tidak memenuhi ketentuan dari undang-undang yang mengatur hibah tersebut.
Hibah yang Dapat Dibatalkan
Sesungguhnya, jika hibah dianggap tidak sah, maka hibah tersebut dapat dibatalkan. Hal-hal yang menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut :
- Jika hibah itu merugikan kepentingan ahli waris
Berdasarkan pada putusan MA No. 198 PK/Pdt/2019, hibah yang merugikan ahli waris dapat dibatalkan karena merugikan legitieme portie ahli warisnya. Dimana definisi legitieme portie adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang dilarang dihapuskan oleh orang-orang yang meninggalkan warisan.
- Jika hibah tersebut dilakukan oleh bukan pemilik barang
Harta benda yang akan dihibahkan harus harta dari kepunyaan pihak yang menghibahkan, karena hal ini sepatutnya terjadi, jika barang yang dihibahkan adalah kepunyaan orang lain maka hibah tersebut dinyatakan tidak sah. Ditinjau dalam putusan Mahkamah Agung No. 1425K/Pdt1985 tanggal 24 Juni 1991 menyatakan “perbuatan hukum berupa hibah tanah yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah tidak sah karena bertentangan dengan hukum dan hak milik orang lain. Hibah demikian dapat dibatalkan.”
- Jika penerima hibah tak dapat melaksanakan kewajiban
Berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1669 Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai berikut : Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berhak menikmati atau memungut hasil barang bergerak atau barang taj bergerak, yang dihibahkan atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang lain, dalam hal demikian harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Bab X Buku Kedua Kitab Undang-undang ini.”
Maka pihak yang memberikan hibah memiliki hak oleh hukum untuk memperjanjikan dengan penerima hibah jika pemberi hibah tetap dapat menikmati hasil benda yang dihibahkan, selain itu diatur dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur bahwa nantinya penghibah akan jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah maka hibah tersebut dapat dicabut atau dibatalkan
Bahwa, adanya salah satu putusan Mahkamah Agung No. 419 K/Pdt/1986 tertanggal 30 September 198, dimana kaidan hukum tersebut adalah jika hibah dalam hukum adat bertujuan agar penerima menghidupi pemberi hibah ketika pemberi hibah sudah menua atau menderita sakit, dan jika penerima hibah tak mampu melaksanakan kewajiban perwatan pemberi hibah, maka hibah dapat dibatalkan.
- Hibah dilakukan dengan cara yang tidak sah menurut hukum
Seperti yang kita ketahui, dalam melakukan penghibahan, pemberi hibah ini patut menyertakan notaris dalam kegiatan hibah tersebut, dengan tujuan agar adanya akad atau perjanjian antara pemberi dan penerima hibah, sehingga kepentingan ahli waris dilindungi. Pada padal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan jika hibah yang tidak dengan akta notaris akan terancam untuk dibatalkan.
- Penerima Hibah tidak dapat membuktikan hibah secara hukum
Bisa saja seseorang dapat mengklaim jika memperoleh tanah dari adanya hibah, apabila nantinya terjadi sengketa atas tanah atau bahkan barang lain yang menjadi objek hibah tersebut, maka patut bagi penerima hibah untuk mampu membuktikan hibah tersebut secara hukum, apabila penerima hibah tidak dapat membuktikan hibah tersebut maka hibah secara hukum akan batal. Apabila objek dari hibah tersebut adalah tanah, penerima hibah dapat untuk membalik namakan tanah tersebut, dengan catatan barang yang dihibahkan bukan kepunyaan orang lain, atau barang yang dihibahkan masih menjadi status jaminan. Seperti yang telah ditemukan dalam putusan MA No. 27 K/AG/2002 tanggal 26 Februari 2004 jika seseorang yang mendalilkan memiliki hak atas tanah berdasarkan hibah, harus mampu membuktikan kepemilikan atas tanah tersebut.
Kesimpulan
Hibah seperti yang telah dilakukan oleh sebagian masyarakat luas ini patut ditinjau terkait legalitas baik dari objek hibah, pemberi hibah bahkan dari itikad baik dari penerima hibah itu sendiri. Seperti yang telah diketahui dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur bahwa hibah dapat dibatalkan apabila syarat penghibahan tidak dipenuhi oleh penerima hibah, penerima hibah melakukan upaya pembunuhan atau kejahatan atas diri penghibah, dan penerima hibah menolak menafkahi pemberi hibah apabila kelak pemberi hibah jatuh miskin. Oleh karena itu, kita patut memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan dari hibah itu sendiri.
Author : Ameilia Herpina Denovita, S.H.
Sumber :
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Hukum Online. “Mengenal Hibah-Hibah yang Dibatalkan Pengadilan dalam Praktik”. Diakses pada 29 Agustus 2023. (https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-hibah-hibah-yang-dibatalkan-pengadilan-dalam-praktik-lt60d2ae4c3d653/?page=all#! )
- Widya Anggraeni. Skripsi. “Tanggung Gugat Pemberi Hibah Akibat Pembatalan Hibah”. Diakses pada 29 Agustus 2023
- Meylita Stansya Rosalina Oping. Jurnal Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017. “Pembatalan Hibah Menurut Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Diakses pada 29 Agustus 2023.