Sertifikat Tanah Tiba-tiba Ada Dua, Bagaimana Upaya Hukumnya?

Artikel
0
Sertifikat Tanah Tiba-tiba Ada Dua, Bagaimana Upaya Hukumnya? Dalam ranah hukum properti, munculnya dua sertifikat tanah tanpa izin pemiliknya merupakan suatu tindakan serius yang mengancam integritas hak milik dan hak-hak yang terkait dengan tanah. Situasi semacam ini mendorong perlunya sebuah pemahaman yang cermat dan penanganan yang tepat dalam aspek hukum.…

Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?

Artikel
0
Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?   “Situasi yang terjadi saat ini, banyak sekali masyarakat melakukan kegiatan hibah, sebagai praktik untuk memberikan kepada orang lain sesuatu barang bergerak ataupun tidak bergerak secara cuma-cuma. Hal ini berdasarkan pada inisiatf pemberi hibah, dan bukan dari penerima hibah.” Pemberian-pemberian yang secara tidak…

Sertifikat Tanah Tiba-tiba Ada Dua, Bagaimana Upaya Hukumnya?

Sertifikat Tanah Tiba-tiba Ada Dua, Bagaimana Upaya Hukumnya?

Dalam ranah hukum properti, munculnya dua sertifikat tanah tanpa izin pemiliknya merupakan suatu tindakan serius yang mengancam integritas hak milik dan hak-hak yang terkait dengan tanah. Situasi semacam ini mendorong perlunya sebuah pemahaman yang cermat dan penanganan yang tepat dalam aspek hukum. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi dengan cermat berbagai upaya hukum yang dapat diambil oleh pemilik tanah dalam menghadapi kondisi yang menantang seperti ini dengan landasan hukum yang kuat, sehingga pemilik tanah dapat menjalani proses hukum dengan percaya diri dan mengamankan hak-hak mereka dengan cerdas dan efektif.

Dasar Hukum Penggandaan Sertifikat Tanah

Penggandaan sertifikat tanah tanpa izin pemilik tanah adalah pelanggaran serius terhadap hukum kepemilikan tanah. Di Indonesia, dasar hukum utama terkait dengan sertifikat tanah dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang sering disebut sebagai “Undang-Undang Agraria,” beserta peraturan pelaksanaannya. Pasal 21 Undang-Undang Agraria menyatakan bahwa sertifikat tanah adalah bukti yang sah mengenai hak atas tanah, dan hanya dapat dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Ini menunjukkan pentingnya sertifikat tanah sebagai dokumen yang melegitimasi kepemilikan tanah.

Dalam konteks yurisprudensi, Mahkamah Agung melalui putusan MA.5/Yur/Pdt/2018 telah menegaskan prinsip penting terkait dengan kasus di mana terdapat dua sertifikat untuk tanah yang sama, dan keduanya sah. Dalam hal ini, sertifikat yang pertama kali diterbitkan memiliki hak yang lebih kuat. Artinya, ketika ada konflik antara dua sertifikat yang sah, yang memiliki prioritas adalah sertifikat yang telah diterbitkan lebih awal dalam hal waktu.

Selain itu, Putusan MA.976.K/Pdt/2015 juga menguatkan prinsip tersebut, dengan menyatakan bahwa “sertifikat hak yang terbit lebih awal adalah yang sah dan berkekuatan hukum.” Putusan ini memberikan arahan yang jelas bahwa dalam menilai keabsahan sertifikat yang bersifat otentik, sertifikat yang pertama kali diterbitkan harus dianggap sah dan memiliki kekuatan hukum yang lebih besar.

Dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang telah dijelaskan dalam yurisprudensi dan putusan Mahkamah Agung ini, pemilik tanah dapat membandingkan tahun penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimilikinya dengan SHM yang dimiliki oleh pihak lain. Hal ini bertujuan untuk menentukan bahwa sertifikat yang diterbitkan lebih awal adalah yang sah dan memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat. Dengan demikian, pemilik tanah dapat melindungi hak-hak propertinya dengan mengacu pada dasar hukum yang kuat dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh lembaga hukum tertinggi di Indonesia.

Dampak Hukum Penggandaan Sertifikat Tanah

Pemilik tanah yang menghadapi situasi penggandaan sertifikat tanah tanpa izin mereka dapat menghadapi risiko serius yang dapat merugikan mereka secara substansial. Beberapa risiko utama yang dapat dihadapi oleh pemilik tanah dalam situasi seperti ini meliputi:

  1. Kehilangan Hak Milik: Salah satu risiko terbesar adalah kemungkinan kehilangan hak milik atas tanah tersebut. Jika sertifikat yang digandakan dinyatakan sah oleh pihak ketiga atau instansi yang berwenang, pemilik tanah yang sebenarnya dapat kehilangan hak kepemilikan tanah tersebut. Hal ini bisa terjadi jika sertifikat yang digandakan digunakan untuk mengajukan klaim atau transaksi yang merugikan pemilik asli.
  2. Kerugian Finansial: Penggandaan sertifikat tanah dapat membuka pintu bagi tindakan penipuan dan pemalsuan dokumen. Pihak yang memiliki sertifikat palsu dapat menggunakannya untuk menjual atau menggadaikan tanah tanpa izin pemilik yang sah. Pemilik tanah yang sah dapat mengalami kerugian finansial yang signifikan sebagai akibat dari tindakan tersebut, termasuk kehilangan nilai properti atau masalah hukum yang memerlukan pengeluaran biaya tambahan untuk memulihkan hak mereka.
  3. Ketidakpastian Hukum: Situasi penggandaan sertifikat tanah dapat menciptakan ketidakpastian hukum yang kompleks. Pemilik tanah mungkin harus menghadapi proses hukum yang panjang dan rumit untuk membuktikan kepemilikan tanah mereka. Ini bisa mengakibatkan gangguan dalam penggunaan atau pengembangan properti mereka.
  4. Kerusakan Reputasi: Pemilik tanah juga dapat menghadapi risiko kerusakan reputasi, terutama jika sertifikat tanah mereka terlibat dalam tindakan penipuan atau pemalsuan. Hal ini dapat berdampak negatif pada hubungan bisnis atau sosial mereka.

Untuk melindungi diri dari risiko-risiko ini, pemilik tanah perlu mengambil langkah-langkah preventif, seperti memeriksa secara berkala keabsahan sertifikat tanah mereka, memantau transaksi properti yang terkait, dan jika diperlukan, mendapatkan nasihat hukum dari seorang ahli properti atau pengacara yang berpengalaman. Selain itu, pemahaman yang kuat tentang dasar hukum terkait sertifikat tanah dan proses hukum yang relevan juga penting untuk menghadapi situasi yang mungkin timbul.

UPAYA HUKUM YANG DAPAT DIAMBIL OLEH PEMILIK TANAH

Upaya hukum yang dapat diambil oleh pemilik tanah dalam menghadapi penggandaan sertifikat tanah tanpa izin adalah penting untuk melindungi hak milik mereka dan mengatasi situasi tersebut dengan efektif. Selain langkah-langkah yang telah Anda sebutkan, berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai masing-masing langkah:

  1. Melaporkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN): Menghubungi BPN atau instansi yang berwenang untuk mengurus sertifikat tanah adalah langkah awal yang penting. BPN memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengklarifikasi keaslian sertifikat tanah. Pihak BPN memiliki kewenangan untuk membantu dalam memverifikasi keabsahan sertifikat dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan masalah ini.
  2. Gugatan: Pemilik tanah memiliki hak untuk mengajukan gugatan terhadap pihak yang terlibat dalam penggandaan sertifikat tanah. Dalam gugatan perdata, pemilik tanah dapat menuntut pemulihan hak milik, ganti rugi atas kerugian finansial, gugatan Pembatalan Sertifikat Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”), karena SHM telah memenuhi unsur sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (“KTUN”) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 UU 51/2009 dan tuntutan lainnya sesuai hukum perdata yang berlaku. Ini adalah upaya hukum yang kuat untuk memulihkan hak-hak yang telah dirugikan.
  3. Pelaporan Tindak Pidana apabila diduga terjadi pemalsuan sertifikat: Jika terdapat indikasi tindak pidana, seperti pemalsuan dokumen atau penipuan, pemilik tanah dapat melaporkan penggandaan sertifikat tanah ke pihak kepolisian. Pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan dan, jika terbukti, memulai proses penuntutan pidana terhadap pelaku. Tindakan pidana dapat menghasilkan hukuman yang keras terhadap mereka yang terlibat dalam tindakan ilegal.
  4. Mediasi atau Negosiasi: Pemilik tanah juga dapat mencoba pendekatan mediasi atau negosiasi dengan pihak yang terlibat dalam penggandaan sertifikat tanah. Pendekatan ini dapat menghindari proses hukum yang panjang dan mahal, terutama jika terdapat kemungkinan penyelesaian damai. Namun, hal ini sebaiknya dilakukan dengan bantuan pengacara atau mediator yang berpengalaman.
  5. Selain itu, mengecek keabsahan sertifikat tanah melalui laman ATR BPN juga merupakan langkah yang bijaksana untuk memverifikasi status sertifikat tanah Anda dan menghindari risiko terkait penggandaan sertifikat tanah. Semua langkah ini bersama-sama membantu pemilik tanah melindungi hak-hak mereka dalam kasus penggandaan sertifikat tanah yang tidak sah.

Langkah-langkah ini sebaiknya dilakukan dengan bantuan pengacara yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam hukum properti dan sengketa tanah. Mereka dapat memberikan nasihat yang tepat dan membantu memastikan bahwa hak-hak pemilik tanah terlindungi dengan baik.

 

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
  2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 5/Yur/Pdt/2018; dan
  3. Putusan Mahkamah Agung Nomor 976 K/Pdt/2015.
  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Web:

  1. https://jdih.pasuruankota.go.id/2022/09/30/cara-cek-sertifikat-tanah-ganda-dan-langkah-hukumnya/
  2. https://www.hukumonline.com/klinik/a/cara-cek-sertifikat-tanah-ganda-dan-langkah-hukumnya-lt5f48af9a5cd49/

Referensi:

  1. ATR BPN, diakses pada tanggal 24 September 2023 pukul 03 WIB.

 

Yehezkiel C. Tambunan, S.H.

Paralegal

Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?

Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?

 

“Situasi yang terjadi saat ini, banyak sekali masyarakat melakukan kegiatan hibah, sebagai praktik untuk memberikan kepada orang lain sesuatu barang bergerak ataupun tidak bergerak secara cuma-cuma. Hal ini berdasarkan pada inisiatf pemberi hibah, dan bukan dari penerima hibah.”

Pemberian-pemberian yang secara tidak disadari dilakukan oleh seseorang untuk suatu kepentingan umum atau untuk kepentingan orang lain, seperti salah satunya adalah kegiatan pemberian hadiah atau bahkan hibah.

Hibah ini pada dasarnya dilakukan atas dasar “cuma-cuma”, oleh karena itu, hibah ini memberikan keuntungan bagi pihak lain dan penghibah tersebut tidak mememperoleh manfaat untuk dirinya sendiri.

Berdasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1666 menyatakan : “Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara Cuma-Cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”

 Tentu jelas dikatakan jika seseorang yang telah menghibahkan sesuatu barang bergerak atau tidak bergerak ini, penghibah tidak dapat menarik kembali barang yang telah dihibahkan kepada penerima hibah, lalu apa saja ketentuan dalam hibah yang patut diperhatikan?

Ketentuan Hibah yang Dianggap Sah

Objek dari hibah itu sendiri sepatutnya adalah barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi, hal ini sesuai dengan dasar hukum dalam Pasal 1667 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Agar dalam hibah itu sendiri dikatakan sah, dapat dilakukan dengan akta notaris yang minut (naskah aslinya) dan harus disimpan oleh notaris, hal ini ditinjau dari ketentuan Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Suatu barang yang dihibahkan ini tidak dapat dicabut kembali dari penerima hibah, kecuali jika dalam akta hibah tersebut dinyatakan tidak sah, dan tidak memenuhi ketentuan dari undang-undang yang mengatur hibah tersebut.

Hibah yang Dapat Dibatalkan

Sesungguhnya, jika hibah dianggap tidak sah, maka hibah tersebut dapat dibatalkan. Hal-hal yang menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut :

  1. Jika hibah itu merugikan kepentingan ahli waris

 Berdasarkan pada putusan MA No. 198 PK/Pdt/2019, hibah yang merugikan ahli waris dapat dibatalkan karena merugikan legitieme portie ahli warisnya. Dimana definisi legitieme portie adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang dilarang dihapuskan oleh orang-orang yang meninggalkan warisan.

  1. Jika hibah tersebut dilakukan oleh bukan pemilik barang

 Harta benda yang akan dihibahkan harus harta dari kepunyaan pihak yang menghibahkan, karena hal ini sepatutnya terjadi, jika barang yang dihibahkan adalah kepunyaan orang lain maka hibah tersebut dinyatakan tidak sah. Ditinjau dalam putusan Mahkamah Agung No. 1425K/Pdt1985 tanggal 24 Juni 1991 menyatakan “perbuatan hukum berupa hibah tanah yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah tidak sah karena bertentangan dengan hukum dan hak milik orang lain. Hibah demikian dapat dibatalkan.”

  1. Jika penerima hibah tak dapat melaksanakan kewajiban

Berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1669 Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai berikut : Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berhak menikmati atau memungut hasil barang bergerak atau barang taj bergerak, yang dihibahkan atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang lain, dalam hal demikian harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Bab X Buku Kedua Kitab Undang-undang ini.”

Maka pihak yang memberikan hibah memiliki hak oleh hukum untuk memperjanjikan dengan penerima hibah jika pemberi hibah tetap dapat menikmati hasil benda yang dihibahkan, selain itu diatur dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur bahwa nantinya penghibah akan jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah maka hibah tersebut dapat dicabut atau dibatalkan

Bahwa, adanya salah satu putusan Mahkamah Agung No. 419 K/Pdt/1986 tertanggal 30 September 198, dimana kaidan hukum tersebut adalah jika hibah dalam hukum adat bertujuan agar penerima menghidupi pemberi hibah ketika pemberi hibah sudah menua atau menderita sakit, dan jika penerima hibah tak mampu melaksanakan kewajiban perwatan pemberi hibah, maka hibah dapat dibatalkan.

  1. Hibah dilakukan dengan cara yang tidak sah menurut hukum

 Seperti yang kita ketahui, dalam melakukan penghibahan, pemberi hibah ini patut menyertakan notaris dalam kegiatan hibah tersebut, dengan tujuan agar adanya akad atau perjanjian antara pemberi dan penerima hibah, sehingga kepentingan ahli waris dilindungi. Pada padal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan jika hibah yang tidak dengan akta notaris akan terancam untuk dibatalkan.

  1. Penerima Hibah tidak dapat membuktikan hibah secara hukum

 Bisa saja seseorang dapat mengklaim jika memperoleh tanah dari adanya hibah, apabila nantinya terjadi sengketa atas tanah atau bahkan barang lain yang menjadi objek hibah tersebut, maka patut bagi penerima hibah untuk mampu membuktikan hibah tersebut secara hukum, apabila penerima hibah tidak dapat membuktikan hibah tersebut maka hibah secara hukum akan batal. Apabila objek dari hibah tersebut adalah tanah, penerima hibah dapat untuk membalik namakan tanah tersebut, dengan catatan barang yang dihibahkan bukan kepunyaan orang lain, atau barang yang dihibahkan masih menjadi status jaminan. Seperti yang telah ditemukan dalam putusan MA No. 27 K/AG/2002 tanggal 26 Februari 2004 jika seseorang yang mendalilkan memiliki hak atas tanah berdasarkan hibah, harus mampu membuktikan kepemilikan atas tanah tersebut.

 

Kesimpulan

Hibah seperti yang telah dilakukan oleh sebagian masyarakat luas ini patut ditinjau terkait legalitas baik dari objek hibah, pemberi hibah bahkan dari itikad baik dari penerima hibah itu sendiri. Seperti yang telah diketahui dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur bahwa hibah dapat dibatalkan apabila syarat penghibahan tidak dipenuhi oleh penerima hibah, penerima hibah melakukan upaya pembunuhan atau kejahatan atas diri penghibah, dan penerima hibah menolak menafkahi pemberi hibah apabila kelak pemberi hibah jatuh miskin. Oleh karena itu, kita patut memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan dari hibah itu sendiri.

 

 

Author : Ameilia Herpina Denovita, S.H.

 

Sumber :

 

 

 

 

 

 

 

 

Sertifikat Tanah Tiba-tiba Ada Dua, Bagaimana Upaya Hukumnya?

Sertifikat Tanah Tiba-tiba Ada Dua, Bagaimana Upaya Hukumnya? Dalam ranah hukum properti, munculnya dua sertifikat tanah tanpa izin pemiliknya merupakan suatu tindakan serius yang mengancam integritas hak milik dan hak-hak…

Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?

Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?   “Situasi yang terjadi saat ini, banyak sekali masyarakat melakukan kegiatan hibah, sebagai praktik untuk memberikan kepada orang lain sesuatu barang bergerak ataupun…

Sertifikat Tanah Tiba-tiba Ada Dua, Bagaimana Upaya Hukumnya?

Sertifikat Tanah Tiba-tiba Ada Dua, Bagaimana Upaya Hukumnya? Dalam ranah hukum properti, munculnya dua sertifikat tanah tanpa izin pemiliknya merupakan suatu tindakan serius yang mengancam integritas hak milik dan hak-hak…

Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?

Apakah Hibah dapat Ditarik kembali oleh Penghibah?   “Situasi yang terjadi saat ini, banyak sekali masyarakat melakukan kegiatan hibah, sebagai praktik untuk memberikan kepada orang lain sesuatu barang bergerak ataupun…

LANDSCAPE

HUMAN

BLACK ICELAND

LANDSCAPE

HUMAN

BLACK ICELAND

LANDSCAPE

HUMAN

BLACK ICELAND

LANDSCAPE

HUMAN

BLACK ICELAND

LANDSCAPE

HUMAN

BLACK ICELAND

LANDSCAPE

HUMAN

BLACK ICELAND

LANDSCAPE

HUMAN

BLACK ICELAND