“Perceraian sudah menjadi hal yang tidak asing lagi dijumpai di masyarakat. Dalam hal ini akan dibahas mengenai persyaratan, prosedur dan dampak yang terjadi.”
Perceraian bisa menjadi proses yang sulit dan rumit, baik secara emosional maupun hukum. Di Indonesia, perceraian diatur oleh undang-undang yang berlaku, terutama Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 39 undang-undang ini memuat 5 (lima) alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan perceraian, yaitu: atas persetujuan kedua belah pihak, karena salah satu pihak melakukan perbuatan yang berat, karena salah satu pihak meninggalkan pasangan selama dua tahun, karena suami telah membiarkan istri bekerja di luar rumah terus-menerus sehingga menimbulkan perselisihan yang terus-menerus, atau karena suami telah membiarkan istri di dalam penjara selama lebih dari 5 tahun.
Persyaratan dan Prosedur
Dalam mengajukan gugatan perceraian di Indonesia, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang ingin bercerai. Berikut adalah beberapa syarat yang umumnya diperlukan:
- Alasan Perceraian: Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memuat 5 (lima) alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan perceraian. Alasan-alasan tersebut antara lain: atas persetujuan kedua belah pihak, salah satu pihak melakukan perbuatan yang berat, salah satu pihak meninggalkan pasangan selama dua tahun, suami membiarkan istri bekerja di luar rumah terus-menerus sehingga menimbulkan perselisihan yang terus-menerus, atau suami membiarkan istri di dalam penjara selama lebih dari 5 tahun.
- Bukti-bukti yang Kuat: Pihak yang mengajukan gugatan perceraian harus menyediakan bukti-bukti yang kuat mengenai alasan perceraian yang diajukan. Bukti-bukti ini dapat berupa dokumen, surat, atau saksi yang mendukung alasan perceraian tersebut.
- Persetujuan Administratif: Selain bukti-bukti yang berkaitan dengan alasan perceraian, pihak yang mengajukan gugatan cerai juga harus memenuhi persyaratan administratif. Hal ini meliputi melengkapi berkas-berkas yang diperlukan, seperti formulir permohonan perceraian, salinan akta nikah, surat keterangan domisili, dan dokumen-dokumen lain yang diminta oleh pengadilan.
- Upaya Mediasi dan Damai: Sebelum mengajukan gugatan perceraian, pihak yang ingin bercerai diwajibkan untuk melakukan upaya mediasi dan damai terlebih dahulu. Tujuan dari mediasi adalah mencari solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, sehingga meminimalisir konflik yang timbul dan memberikan kesempatan bagi pasangan untuk mempertimbangkan kembali keputusan perceraian.
Setelah memenuhi syarat-syarat di atas, prosedur perceraian di Indonesia umumnya melibatkan beberapa tahapan sebagai berikut:
- Pengajuan Gugatan: Pihak yang ingin bercerai harus mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan yang berwenang. Gugatan ini berisi alasan perceraian yang diajukan serta bukti-bukti yang mendukung alasan tersebut.
- Sidang Pertama: Setelah gugatan diajukan, pengadilan akan menjadwalkan sidang pertama. Sidang ini bertujuan untuk memeriksa bukti-bukti yang telah diajukan oleh pihak penggugat dan memberikan kesempatan kepada tergugat untuk memberikan pembelaan.
- Sidang Mediasi: Jika sidang pertama tidak mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak, pengadilan akan mengadakan sidang mediasi. Sidang mediasi dilakukan dengan tujuan mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dan mendorong perdamaian antara suami dan istri.
- Sidang Pembuktian: Jika mediasi tidak berhasil, pengadilan akan melanjutkan dengan sidang pembuktian. Pada tahap ini, bukti-bukti yang diajukan oleh masing-masing pihak akan diperiksa dan dipertimbangkan oleh pengadilan.
- Putusan: Setelah sidang pembuktian selesai, pengadilan akan mengambil keputusan mengenai perceraian. Putusan ini mencakup pembagian harta bersama, hak asuh anak (jika ada), dan kewajiban-kewajiban lain yang berkaitan dengan perceraian.
Permasalahan yang Sering Terjadi
Terkadang, dalam proses perceraian, terdapat masalah yang tidak terduga. Salah satunya adalah ketika alamat tergugat cerai tidak diketahui atau sulit dilacak. Pihak penggugat dapat melakukan upaya pencarian terhadap tergugat cerai melalui berbagai cara, seperti mencari informasi di keluarga atau kerabat terdekat tergugat cerai, melalui media sosial, atau melalui jasa penyedia informasi kependudukan yang dapat membantu mengetahui alamat tergugat cerai. Jika setelah melakukan upaya pencarian, alamat tergugat cerai tetap tidak diketahui, maka pihak penggugat dapat mengajukan permohonan sidang tanpa kehadiran tergugat cerai atau disebut sebagai perceraian verstek.
Perceraian verstek adalah jenis perceraian di mana salah satu pihak tidak hadir dalam persidangan pengadilan untuk memberikan pembelaan atau argumen terhadap tuntutan cerai yang diajukan oleh pasangan yang lain. Dalam perceraian verstek, pihak yang tidak hadir dianggap telah menyerahkan haknya kepada pengadilan untuk memutuskan kasus perceraian tanpa argumen atau pembelaan dari dirinya sendiri.
Dalam hal ini, pihak yang tidak hadir dianggap telah memilih untuk tidak memperjuangkan atau membela dirinya dalam kasus perceraian tersebut. Oleh karena itu, putusan pengadilan yang dikeluarkan dalam kasus ini akan didasarkan pada bukti-bukti dan tuntutan yang diajukan oleh pihak yang hadir dalam persidangan.
Namun, perlu diingat bahwa dalam praktik hukum di Indonesia, perceraian verstek tidak selalu dianggap sebagai tindakan yang fair atau ideal. Pasalnya, perceraian verstek dapat memicu terjadinya ketidakadilan dalam kasus perceraian, terutama jika pihak yang tidak hadir tidak memberikan pembelaan karena berbagai alasan seperti ketidaktahuan, kesulitan finansial, atau alasan lainnya. Apabila salah satu pihak merasa putusan hakim dalam kasus perceraian verstek tersebut tidak adil, maka pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat melakukan upaya hukum verzet.
Verzet adalah istilah dalam hukum acara perdata Indonesia yang merujuk pada upaya suami atau istri untuk mengajukan pembelaan atau melakukan protes terhadap putusan perceraian verstek yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.
Perceraian verstek terjadi ketika salah satu pihak yang diminta untuk hadir dalam persidangan tidak menghadiri sidang tersebut atau tidak memberikan tanggapan terhadap gugatan cerai yang diajukan oleh pasangan mereka. Dalam kondisi tersebut, pengadilan dapat memutuskan perceraian secara verstek, yaitu tanpa persetujuan suami atau istri yang tidak hadir tersebut.
Namun, dalam waktu satu bulan setelah tanggal putusan perceraian verstek dijatuhkan, suami atau istri yang tidak hadir dalam persidangan tersebut dapat mengajukan verzet. Verzet adalah hak untuk memprotes putusan verstek dan untuk meminta pengadilan untuk memeriksa kembali kasus perceraian tersebut.
Dalam proses verzet, suami atau istri yang tidak hadir dalam persidangan harus memberikan alasan yang jelas dan memadai mengapa mereka tidak hadir dalam persidangan. Mereka juga harus memberikan alasan mengapa mereka tidak setuju dengan putusan perceraian verstek yang telah dijatuhkan oleh pengadilan. Jika pengadilan setuju dengan verzet yang diajukan, maka putusan perceraian verstek akan dibatalkan dan kasus akan diperiksa kembali.
Dalam praktiknya, verzet atas putusan perceraian verstek sangat sulit untuk berhasil karena suami atau istri yang tidak hadir harus memberikan alasan yang kuat dan memadai untuk meyakinkan pengadilan bahwa mereka seharusnya diberikan kesempatan untuk hadir dalam persidangan dan memberikan pembelaan mereka. Oleh karena itu, sangat penting bagi suami atau istri yang diminta untuk hadir dalam persidangan untuk menghadiri sidang dan memberikan tanggapan mereka terhadap gugatan cerai yang diajukan.
Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mengajukan perceraian verstek, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan pengacara atau ahli hukum untuk mendapatkan saran dan rekomendasi yang tepat terkait langkah-langkah hukum yang sebaiknya diambil dalam kasus perceraian Anda.
Selain itu, dalam perceraian dapat juga terjadi masalah dalam hal pembagian harta bersama setelah perceraian. Pembagian harta bersama harus dilakukan secara adil dan merata antara suami dan istri sesuai dengan Pasal 157 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Namun, dalam praktiknya, hal ini seringkali menjadi sumber konflik antara suami dan istri yang bercerai. Untuk mengatasi masalah ini, sebaiknya pihak suami dan istri yang bercerai berusaha untuk mencapai kesepakatan melalui mediasi atau cara lainnya agar dapat membagi harta bersama dengan adil dan merata.
Jika pihak suami dan istri tidak dapat mencapai kesepakatan dalam pembagian harta bersama, maka dapat dilakukan mediasi atau penyelesaian sengketa melalui jalur hukum dengan melibatkan pengacara atau mediator yang berpengalaman dalam hal perceraian dan pembagian harta bersama.
Namun, penting untuk diingat bahwa penggunaan jalur hukum biasanya memerlukan biaya yang cukup tinggi dan dapat memakan waktu yang lama. Oleh karena itu, sebaiknya mencoba melakukan mediasi atau penyelesaian sengketa secara damai terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melibatkan jalur hukum.
Dalam melakukan mediasi atau penyelesaian sengketa, pihak suami dan istri juga dapat mencari bantuan dari lembaga atau organisasi yang khusus menangani masalah perceraian dan pembagian harta bersama, seperti Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, atau lembaga mediator yang diakui oleh peraturan perundang-undangan.
Penting untuk diingat bahwa proses perceraian memang sulit dan memerlukan waktu serta kesabaran yang cukup. Namun, dengan menjalani proses ini dengan baik dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, pihak suami dan istri dapat meminimalisir konflik dan masalah yang timbul serta mencapai kesepakatan yang adil dalam pembagian harta bersama.
Yehezkiel C. Tambunan, S.H.
Sumber:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Konsultasikan permasalahan hukum anda kepada Law Firm Minola Sebayang and Partners!